Meraba Pemenang Pilpres 2014
Persaingan menuju Pilpres tanggal 9 Juli nanti, akan berlangsung ketat. Karena dipastikan hanya ada dua kandidat yang bertarung. Pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa melawan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pasangan nomor urut satu, Prabowo-Hatta diusung oleh koalisi “tenda besar,” yakni: Partai Gerindra, PAN, Golkar, PKS, PPP, dan PBB. Sementara, pasangan Jokowi-JK diusung oleh koalisi “ramping,” antara lain: PDIP, Nasdem, PKB, Hanura, dan PKPI.
Gambar: globalindonesianvoices.com |
Persaingan Pilpres kali ini mungkin paling seru semenjak Era Reformasi di Indonesia. Apalagi rekam jejak kedua pasang kandidat tak bisa dianggap remeh. Prabowo Subianto adalah mantan tentara yang pernah menjabat Danjend Kopassus. Prabowo juga cukup aktif dalam membina buruh dan petani. Di bidang politik, Prabowo adalah pendiri Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan sekarang sebagai Ketua Dewan Pembina Partai. Pasangannya, Hatta Rajasa adalah seorang politisi yang sangat berpengalaman di bidang pemerintahan, beberapa kali menjadi menteri dan sekarang menjadi Ketua Umum Partai Amanat Nasional. Sementara, Joko Widodo adalah mantan Walikota Solo dua periode, yang sekarang menjabat Gubernur DKI Jakarta, ia adalah kader PDIP yang paling melejit karir politiknya beberapa tahun terakhir. Pasangannya, Jusuf Kalla, adalah mantan Wakil Presiden 2004-2009, politisi senior Partai Golkar, juga disebut bapak perdamaian.
Meraba Pemenang Pilpres
Di atas kertas, bila melihat hasil Pemilu Legislatif, Pasangan Prabowo-Hatta lebih diunggulkan. Dengan hitung-hitungan, Gerindra meraih 14.760.371 (11,81 persen), PAN meraih 9.481.621 (7,59 persen), Golkar meraih 18.432.312 ( 14,75 persen), PKS meraih 8.480.204 (6,79 persen), PPP meraih 8.157.488 (6,53 persen), dan PBB meraih 1.825.750 (1,46 persen), dengan total suara untuk Prabowo-Hatta sebanyak 61.137.746 suara (48,93 persen). Apalagi, Partai Demokrat telah mengintruksikan kadernya untuk memenangkan pasangan Prabowo-Hatta. Sementara pasangan Jokowi-JK hanya memperoleh dukungan dari PDIP 23.681.471 suara (18,95 persen), Partai Nasdem meraih 8.402.812 (6,72 persen), PKB meraih 11.298.957 (9,04 persen), Hanura meraih 6.579.498 (5,26 persen), dan PKPI tidak sampai 1 persen, dengan total suara 49.962.738 (39,97 persen).
Namun, kalkulasi pemenang Pilpres tidak dapat dihitung dari besarnya dukungan partai. Kasus Pilkada DKI Jakarta, dan beberapa Pilkada lainnya membuktikan bahwa dukungan partai yang besar belum tentu berbanding lurus dengan dukungan pemilih pada kandidat. Hal ini terjadi karena, maraknya kasus money politic dan masyarakat lebih memilih caleg karena figur, bukan karena partainya.
Namun, pasangan Jokowi-JK diunggulkan oleh berbagai lembaga survei. Elektabilitas Jokowi-JK sekitar 36 persen, dan Prabowo-Hatta sekitar 27%, dan yang belum menentukan pilihan sekitar 37 persen. Bila survei berbanding lurus dengan hasil Pilpres, bisa dipastikan pasangan Jokowi-JK akan keluar sebagai pemenang. Namun, perilaku pemilih Indonesia yang mudah berubah, sehingga akan sulit untuk memastikan bahwa survei dapat menentukan kepastian kemenangan pasangan Jokowi-JK. Apalagi, masih ada sekitar 37 persen pemilih yang belum menentukan pilihannya.
Masih ada waktu sebulan menuju Pilpres. Kedua kandidat harus bekerja keras untuk merebut 37 persen pemilih yang diklaim lembaga survei masih belum menentukan pilihannya. Pekerjaan tim Prabowo-Hatta akan lebih berat, karena masih kalah selisih 9 persen dari pasangan Jokowi-JK. Tim Prabowo-Hatta harus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk terus menggerakkan mesin politik dan relawan untuk mengalahkan pasangan Jokowi-JK.
Memanfaatkan Debat Kandidat
Pelaksanaan Debat Kandidat Pilpres akan digelar sebanyak lima kali. Momen debat ini akan sangat menentukan untuk memperoleh dukungan dari pemilih yang masih mengambang, karena pemilih mengambang adalah kelas menengah yang lebih banyak melihat kandidat dari kualitasnya. Maka, kedua kandidat dapat memanfaatkan debat sebagai media memperoleh simpati masyarakat, dengan visi-misi dan program-program. Para kandidat harus sadar, bahwa debat bukanlah media untuk menjelek-jelekkan pihak lawan, apalagi menyudutkan lawan. Tapi, debat kandidat harus dimanfaatkan sebagai media untuk memperoleh simpati dan dukungan masyarakat. Bila kurang hati-hati, debat justru dapat mengahasilkan blunder-blunder yang dapat merugikan kandidat sendiri. Pada akhirnya, dalam persaingan yang ketat ini, kandidat yang mampu tampil baik dalam lima debat, dialah yang kemungkinan besar dapat memenangi Pilpres 2014.
RAHMAT AL KAFI
Tidak ada komentar