Kartini, Habis Gelap, Terbitlah Terang
Tanggal 21 April di peringati sebagai hari kartini. Dimana-mana dilakukan perayaan mengenang kartini. Kemarin saya mengikuti diskusi di sekretariat IKAMI Sulsel Cabang Malang, temanya membedah Kartini dan perjuangannya. Sebagian dari kami banyak menyorot masalah "kenapa harus kartini yang menjadi sosok panutan perempuan, padahal masih ada tokoh - tokoh perempuan lain yang lebih hebat?". Saya sebenarnya tidak terlalu tertarik untuk membahas, kenapa harus tanggal 21 april, kenapa harus kartini dll. Akan tetapi saya pada substansinya yaitu pelajaran berjuang untuk para perempuan.
Apakah perempuan-perempuan hari ini banyak tahu mengenai Kartini?, atau perempuan tahu bagaimana perjuangan perempuan-perempuan lain seperti Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan, Siti Aisyah We Tenriolle, Dewi Sartika, Rohana Kudus, Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pecut Baren, Pocut Meurah Intan, atau Cutpo Fatimah?, mungkin banyak yang kurang paham, kita tidak harus terkunci siapa yang harus menjadi sosok utama, namun bagaimana kita mau mengambil sisi pelajaran dari sejarah mereka.
Perjuangan perempuan sering di artikan bahwa perempuan harus menghilangkan dominasi laki-laki, atau hegemoni laki-laki, atau kadang berusaha untuk dapat sama rata dengan laki-laki. Menurut saya bukan itu persoalannya, yang jadi persoalan adalah bagaimana perempuan mampu menjadi partner hidup lak-laki, karena wanita dan pria akan hidup berdampingan. Bukan berkompetisi tapi bersinergi. Perlawanan yang perlu dilakukan adalah terhadap kondisi sosial budaya yang menyepelekan perempuan.
Memaknai perjuangan para perempuan tadi haruslah dengan sikap - sikap dari para perempuan, tidak harus secara menyeluruh menjadi seperti sosok mereka, cukuplah menjadi diri sendiri yang mengambil sisi positif dari tokoh-tokoh tadi, dan membuang negatifnya. Kita tak perlu tekunci oleh slogan atau simbol-simbol, tapi bagaimana mengambil pelajaran dari semuanya. Sekali lagi, mengambil pelajaran.
R.A. Kartini
Apakah perempuan-perempuan hari ini banyak tahu mengenai Kartini?, atau perempuan tahu bagaimana perjuangan perempuan-perempuan lain seperti Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan, Siti Aisyah We Tenriolle, Dewi Sartika, Rohana Kudus, Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pecut Baren, Pocut Meurah Intan, atau Cutpo Fatimah?, mungkin banyak yang kurang paham, kita tidak harus terkunci siapa yang harus menjadi sosok utama, namun bagaimana kita mau mengambil sisi pelajaran dari sejarah mereka.
Perjuangan perempuan sering di artikan bahwa perempuan harus menghilangkan dominasi laki-laki, atau hegemoni laki-laki, atau kadang berusaha untuk dapat sama rata dengan laki-laki. Menurut saya bukan itu persoalannya, yang jadi persoalan adalah bagaimana perempuan mampu menjadi partner hidup lak-laki, karena wanita dan pria akan hidup berdampingan. Bukan berkompetisi tapi bersinergi. Perlawanan yang perlu dilakukan adalah terhadap kondisi sosial budaya yang menyepelekan perempuan.
Memaknai perjuangan para perempuan tadi haruslah dengan sikap - sikap dari para perempuan, tidak harus secara menyeluruh menjadi seperti sosok mereka, cukuplah menjadi diri sendiri yang mengambil sisi positif dari tokoh-tokoh tadi, dan membuang negatifnya. Kita tak perlu tekunci oleh slogan atau simbol-simbol, tapi bagaimana mengambil pelajaran dari semuanya. Sekali lagi, mengambil pelajaran.
Tidak ada komentar