Keretakan Koalisi, Karena Perbedaan Visi, Ideologi, dan Strategi Politik
Menilik peta koalisi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), di mana partai pemenang Pemilu yaitu Partai Demokrat (PD) telah mebangun koalisi bersama Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dalam perjalanan koalisi ini, telah terbukti tidak kokohnya koalisi ini. Contoh kasus bisa dilihat dalam penelusuran kasus Century melalui Panitia Khusus Angket Century, yang berakhir pada Rapat Paripurna tanggal 3 Maret 2010.
Rapat Paripurna itu menghasilkan kesimpulan bahwa ada kesalahan dengan Bail Out Bank Century, maka perlu adanya penyelesaian lewat proses hukum. Keretakan koalisi terlihat jelas saat voting pengambilan kesimpulan tentang Kasus Century pada Rapat Paripurna DPR RI. Fraksi Golkar, Fraksi PKS dan Fraksi PPP membelot dari koalisi, yang di mana koalisi Demokrat memilih Kesimpulan Bahwa Bail Out Bank Century tidak ada permasalahan.
Ada apa dengan Partai yang membelot? perlu diketahui koalisi merupakan sebuah strategi untuk membangun kekuatan politik, Demokrat, Golkar, PKS, PAN, PPP dan PKB telah membuat kontrak politik pada awal periode pemerintahan dengan mengikat diri sebagai koalisi dalam parlemen. Namun, beberapa ahli berpendapat Partai Demokrat belum berpengalaman dalam mengoelola koalisi karena termasuk partai medioker yang baru beberapa tahun bertarung dalam dunia perpolitikan. Banyak anggota koalisi yang membelot banyak di pengaruhi oleh permasalahan tadi.
Apakah ada koalisi permanen dalam parlemen? Dalam berbagai pandangan, koalisi permanen akan menghasilkan pemerintah yang kuat (strong), mandiri (autonomuos), dan tahan lama (durable), karena tidak akan mudah ditekan oleh oposisi. Namun, kenyataan yang terjadi di Indonesia adalah sebaliknya, dibalik masih kurang bisanya partai pemerintah dalam mengolah koalisi sehingga koalisi yang tebangun menjadi lemah. Apakah kesepakatan kasus Century ini hanya karena untuk kemenangan rakyat indonesia seperti yang di dengungkan oleh Ketua DPR RI Marzuki Alie, entah benar atau salah. Namun, perlu diketahui masing–masing partai politik punya visi, ideologi dan strategi politik yang berbeda. Koalisi yang kuat sulit terbangun jika perbedaan yang ada belum bisa disatukan dalam kesepakatan membangun koalisi, dan yang sering terabaikan adalah konsistensi tehadap kontrak politik.
Nb. Tulisan ini Pernah di Terbitkan, Pada Koran Bulanan Kampus UMM. (Bestari) Edisi April 2010.
Rapat Paripurna itu menghasilkan kesimpulan bahwa ada kesalahan dengan Bail Out Bank Century, maka perlu adanya penyelesaian lewat proses hukum. Keretakan koalisi terlihat jelas saat voting pengambilan kesimpulan tentang Kasus Century pada Rapat Paripurna DPR RI. Fraksi Golkar, Fraksi PKS dan Fraksi PPP membelot dari koalisi, yang di mana koalisi Demokrat memilih Kesimpulan Bahwa Bail Out Bank Century tidak ada permasalahan.
Ada apa dengan Partai yang membelot? perlu diketahui koalisi merupakan sebuah strategi untuk membangun kekuatan politik, Demokrat, Golkar, PKS, PAN, PPP dan PKB telah membuat kontrak politik pada awal periode pemerintahan dengan mengikat diri sebagai koalisi dalam parlemen. Namun, beberapa ahli berpendapat Partai Demokrat belum berpengalaman dalam mengoelola koalisi karena termasuk partai medioker yang baru beberapa tahun bertarung dalam dunia perpolitikan. Banyak anggota koalisi yang membelot banyak di pengaruhi oleh permasalahan tadi.
Apakah ada koalisi permanen dalam parlemen? Dalam berbagai pandangan, koalisi permanen akan menghasilkan pemerintah yang kuat (strong), mandiri (autonomuos), dan tahan lama (durable), karena tidak akan mudah ditekan oleh oposisi. Namun, kenyataan yang terjadi di Indonesia adalah sebaliknya, dibalik masih kurang bisanya partai pemerintah dalam mengolah koalisi sehingga koalisi yang tebangun menjadi lemah. Apakah kesepakatan kasus Century ini hanya karena untuk kemenangan rakyat indonesia seperti yang di dengungkan oleh Ketua DPR RI Marzuki Alie, entah benar atau salah. Namun, perlu diketahui masing–masing partai politik punya visi, ideologi dan strategi politik yang berbeda. Koalisi yang kuat sulit terbangun jika perbedaan yang ada belum bisa disatukan dalam kesepakatan membangun koalisi, dan yang sering terabaikan adalah konsistensi tehadap kontrak politik.
Nb. Tulisan ini Pernah di Terbitkan, Pada Koran Bulanan Kampus UMM. (Bestari) Edisi April 2010.
Tidak ada komentar